Berita  

Densus 88 Edukasi Pelajar di SMPN 1 Lembor Terkait Ancaman Digital dan Bahaya Radikalisme

Densus 88 Edukasi Pelajar di SMPN 1 Lembor Terkait Ancaman Digital dan Bahaya Radikalisme

Densus 88 sosialisasi Bahaya Radikalisme di SMP Negeri 1 Lembor, (17/11).

Update NTT – Upaya mitigasi ancaman intoleransi, radikalisme, ekstremisme hingga perundungan di kalangan pelajar terus diperkuat oleh Tim Pencegahan Satgaswil NTT Densus 88 AT Polri.

Pada Senin (17/11/2025), satuan khusus antiteror itu kembali turun ke sekolah melalui kegiatan sosialisasi di SMP Negeri 1 Lembor, Wae Nakeng, Kecamatan Lembor.

Sebanyak 702 siswa dan 58 guru mengikuti kegiatan yang diawali penyambutan adat Pau Tuak Reis, dilanjutkan upacara bendera dengan IPTU Silvester Guntur, S.H., M.M. sebagai pembina.

Dalam amanatnya, IPTU Silvester menyoroti derasnya arus digital yang membawa peluang sekaligus ancaman bagi generasi muda.

Ia menyebut literasi digital tidak lagi sekadar kompetensi tambahan, tetapi sudah menjadi bentuk pertahanan diri di ruang siber.

“Ruang digital sangat luas, tapi juga penuh jebakan. Verifikasi informasi, hindari ujaran kebencian dan konten provokatif. Ini penting untuk menjaga masa depan kalian,” tegasnya.

Dalam sesi materi, Tim Densus menekankan bahwa akar radikalisme kerap muncul dari sikap intoleransi yang dianggap sepele.

Proses itu berkembang bertahap sebelum akhirnya bermuara pada ekstremisme dan tindakan teror.

“Terorisme bukan semata aksi kekerasan. Intinya adalah menanamkan rasa takut,” jelas salah satu pemateri.

Pelajar dinilai paling rentan karena berada pada fase pencarian identitas sekaligus pengguna intensif media digital.

IPTU Silvester mengingatkan bahwa korban bullying kerap menjadi target kelompok radikal.

“Kehilangan kepercayaan diri membuat mereka rentan dimanipulasi. Kelompok teroris menawarkan kenyamanan palsu. Ini sangat berbahaya,” ucapnya.

Ia menekankan pentingnya melapor kepada guru atau orang tua jika mengalami perundungan.Dalam sesi tanya jawab, siswa bernama Nanda menanyakan mekanisme pelaporan kasus perundungan.

Tim menjelaskan bahwa laporan pertama harus melalui sekolah, sebelum diteruskan ke Polisi bila tak terselesaikan.

Siswa lainnya, Yeremias, bertanya mengenai konsekuensi hukum jika korban membalas pelaku. Tim menegaskan bahwa balas dendam tetap dapat dipidana sesuai Pasal 351 dan Pasal 170 KUHP.

Diskusi semakin melebar pada isu keamanan data pribadi, ciri kelompok radikal yang menyusup lewat komunitas edukasi, hingga risiko ancaman digital di media sosial.

Kepala SMPN 01 Lembor, Heribertus Wen Lagur, S.Pd., mengapresiasi kegiatan tersebut. Menurutnya, keterbukaan akses internet membuat pelajar membutuhkan pendampingan yang berkelanjutan.

“Anak-anak bisa mengakses apa saja. Mereka perlu kemampuan memilah. Edukasi seperti ini tidak boleh berhenti di acara seremonial,” ungkapnya.

Ia menilai kehadiran Densus 88 sebagai bentuk tanggung jawab negara agar sekolah tetap menjadi tempat aman bagi pembentukan karakter generasi muda.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *